BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Perkembangan Kognitif
Kognitif
adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan,
menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Proses kognitif
berhubungan dengan tingkat kecerdasan yang menandai seseorang dengan berbagai
minat terutama ditujukan pada ide-ide dan belajar. Gardner mengemukakan bahwa
kognitif atau intelegensi adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau untuk
menciptakan karya yang dihargai dalam suatu kebudayaan atau lebih. Dalam
kehidupan sehari-hari, intelegensi tidak berfungsi dalam bentuk murni. Namun
setiap individu memiliki campuran yang unik dari sejumlah intelegensi.
Diantaranya yaitu intelegensi linguistik, logis, spasial, musik, kinestetik,
intrapribadi dan antarpribadi, juga naturalistis.
Perkembangan
kognitif adalah perkembangan dari pikiran. Pikiran adalah bagian dari proses
berpikirnya dari otak. Bagian ini digunakan untuk proses pemahaman, penalaran,
pengetahuan, dan pengertian. Pikiran anak mulai aktif sejak lahir, dari hari ke
hari sepanjang pertumbuhannya. Perkembangan pikirannya seperti belajar tentang
orang, belajar tentang sesuatu, belajar tentang kemampuan-kemampuan baru,
memperoleh banyak ingatan, dan menambah banyak pengalaman. Sepanjang
perkembangan pikiran anak, maka anak akan menjadi lebih cerdas. Adapun tujuan
pengembangan kognitif diarahkan pada pengembangan kemampuan auditory, visual,
taktik, kinestetik, aritmetika, geometri, dan sains permulaan.
B.
Karakteristik
Perkembangan Kognitif Anak Usia MI
Pada
usia madrasah ibtidaiyah (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan
intelektual, atau melakukan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan
intelektual atau kemampuan kognitif seperti membaca, menulis, dan menghitung.
Sebelum
masa ini yaitu masa prasekolah, daya pikir anak masih bersifat imajinatif.
Sedangkan pada usia madrasah ibtidaiyah daya pikirnya sudah berkembang ke arah
berpikir konkret dan rasional. Piaget menamakannnya sebagai masa operasi
konkret, masa berakhirnya berpikir khayal dan mulai berpikir yang berkaitan
dengan dunia nyata.
Periode
ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru yaitu mengelompokkan,
menyusun, atau menghitung angka-angka atau bilangan. Kemampuan yang berkaitan
dengan perhitungan seperti menambah, mengurangi, mengalikan, dan membagi. Di
samping itu, pada akhir masa ini anak sudah memiliki kemampuan memecahkan
masalah yang sederhana.
Kemampuan
kognitif pada masa ini sudah cukup untuk menjadi dasar diberikannya berbagai
kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya nalarnya. Anak sudah
dapat diberikan dasar-dasar keilmuan, seperti membaca, menulis, dan berhitung.
Selain itu, anak juga diberikan pengetahuan-pengetahuan tentang manusia, hewan,
lingkungan alam sekitar, dan lain sebagainya. Cara mengembangkan daya nalar
anak adalah dengan melatih mereka untuk mengungkapkan pendapat, gagasan atau
penilaiannya terhadap berbagai hal, baik yang dialaminya maupun peristiwa yang
terjadi di lingkungannya. Misalnya saja yang berkaitan dengan materi pelajaran,
tata tertib sekolah, pergaulan yang baik dengan teman sebaya atau orang lain
dan sebagainya.
Dalam
rangka mengembangkan kemampuan anak, maka sekolah dalam hal ini guru segogyanya
memberikan kesempatan kepada anak untuk mengemukakan pertanyaan, memberikan
komentar atau pendapatnya tentang materi pelajaran yang dibacanya atau yang
dijelaskan guru, membuat karangan, dan menyusun laporan hasil diskusi kelompok.
C.
Ide
Dasar Dan Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Anak
Ø
Teori
Piaget
Piaget mengelompokkan tahap perkembangan
kognitif individu menjadi empat tahap yang secara kualitatif berbeda, yaitu :
1.
Tahap sensoris
motorik (0-2 tahun)
Pada tahap ini bayi membentuk pemahaman
tentag sekitarnya dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensoriknya
seperti melihat, meraba, memegang, dan mendengar dengan tindakan fisik
motoriknya. Pada awalnya anak belum dapat berbicara dengan bahasa dan belum
mempunyai bahasa simbol, mereka hanya memiliki pola perilaku refleks. Baru pada
akhir tahapan, anak usia dua tahun sudah mampu menghasilkan pola-pola
sensorimotor yang kompleks dan menggunakan simbol-simbol primitif.
Piaget membagi tahap
ini dalam enam periode yaitu :
·
Periode 1 :
Refleks (0-1 bulan)
Pada
periode ini, tingkah laku bayi kebanyakan bersifat refleks, spontan, tidak
disengaja, dan tidak terbedakan. Tindakannya didasarkan pada adanya rangsangan
dari luar yang ditanggapi secara refleks.
·
Periode 2 :
Kebiasaan (1-4 bulan)
Pada
periode ini, bayi mulai membuat diferensiasi objek serta koordinasi mata dan suara.
·
Periode 3 :
Reproduksi kejadian yang menarik (4-8 bulan)
Pada
periode ini, bayi mulai membuat reproduksi atas tindakan atau kejadian yang
menarik atau memuaskan baginya. Untuk mencapai sesuatu, bayi hanya menggunakan
sarana-sarana yang sudah dikenalnya.
·
Periode 4 :
Koordinasi skemata (8-12 bulan)
Pada periode ini, bayi mulai menggunakan sarana yang diperoleh dari
koordinasi skema-skema yang telah ia ketahui untuk mencapai sesuatu, melihat
permanensi objek, dan sadar bahwa benda lain dapat menjadi sebab tindakannya.
·
Periode 5 :
Eksperimen (12-18 bulan)
Pada
periode ini,
tingkah laku inteligen anak muncul yaitu mencoba mencari pemecahan persoalan
melalui eksperimen untuk mengembangkan skema yang baru. Keingintahuannya akan benda-benda menjadi sangat besar.
·
Periode 6 :
Representasi (18-24 bulan)
Pada
periode ini, anak telah mulai mampu menggambarkan objek dan kejadian dengan
simbol, mengembangkan sarana-sarana baru untuk memecahkan persoalan tanpa
tergantung pada eksperimen saja. Anak mencoba menyelesaikan persoalan dengan
gambaran dalam pikirannya.
Pada
akhir periode sensorimotor, anak mulai memahami bahwa objek-objek terpisah dari
dirinya dan bersifat permanen. Permanensi objek adalah suatu pemahaman bahwa
objek-objek akan tetap ada bahkan ketika objek tersebut tidak dapat dilihat,
didengar, dan disentuh. Pencapaian permanensi objek merupakan pencapaian
terpenting bagi bayi. Untuk mengetahui bahwa anak sudah mencapai permanensi
objek yaitu dengan mengamati reaksinya ketika objek yang menarik minatnya
hilang dari pandangannya. Jika bayi mencari objek tersebut diasumsikan bayi
yakin objek tersebut masih ada.
2.
Tahap
pra-operasainal (2-7 tahun)
Pada masa ini, anak belum siap untuk
terlibat dalam manipulasi mental yang mensyaratkan pemikiran logis. Pada tahap
ini pemikiran anak makin kompleks dan mampu menggunakan pemikiran simbolis.
Pada berpikir simbolis, anak mengembangkan kemampuan untuk membayangkan secara
mental suatu objek yang tidak ada. Kemampuan untuk berpikir simbolis semacam
itu disebut fungsi simbolis. Anak-anak prasekolah menunjukkan fungsi simbolis
melalui imitasi tertunda, bermain sandiwara, dan kemampuan menggunakan sistem
simbol (kata) untuk komunikasi. Orang tua sering menganggap periode ini sebagai
masa sulit karena anak menjadi susah diatur, bisa disebut nakal atau bandel,
suka membantah dan banyak bertanya.
Pada tahap ini, Piaget
membagi menjadi dua bagian yaitu :
§ Umur 2-4 tahun, dicirikan oleh
perkembangan pemikiran simbolis yaitu berupa gambaran dan bahasa ucapan.
§ Umur 4-7 tahun, dicirikan oleh
pemikiran intuitif yaitu anak mulai menggunakan penalaran primitif dan ingin
tau jawaban atas semua pertanyaan. Anak mengatakan mengetahui sesuatu, tetapi
mengetahuinya tanpa menggunakan pemikiran rasional. Contoh seperti ketika
mereka bertanya, “mengapa matahari bersinar?”.
Ciri
pemikiran lainnya adalah egosentris, yaitu suatu ketidakmampuan untuk memedakan
antara perspektif dirinya dengan perspektif orang lain. Contohnya seperti
percakapan di telepon berikut ini antara Jihan yang berusia empat tahun yang
sedang berada di rumah dengan ayahnya yang yang sedang berada di kantor.
Ayah : “Jihan, ibumu ada?”
Jihan : (mengangguk sambal diam)
Ayah : “Jihan, bisa ayah bicara dengan ibu?”
Jihan : (mengangguk)
Pemikir
yang tidak egosentris tentu akan menjawab secara verbal. Namun, karena Jihan
yang masih egosentris berpikir menurut pandangannya sendiri dan menganggap
ayahnya dapat melihatnya memberi anggukan kepala yang berarti “ya”. Bentuk
pemikiran pra-operasional yang lain adalah animisme, yaitu keyakinan bahwa
objek yang tidak bergerak mempunyai kehidupan dan dapat bertindak. Contohnya
seperti seorang anak yang berkata “Pohon itu mendorong daunnya dan daunnya
jatuh”. Pada masa kanak-kanak awal, anak sudah mampu memahami angka-angka
walaupun masih secara terbatas. Namun pada bagian akhir dari tahapan ini,
kemampuannya menjadi lebih baik.
3.
Tahap
operasional konkret (7-11 tahun)
Pada tahap ini, pemikiran logis
menggantikan pemikiran intuitif. Konsep yang mula-mula samar, kini menjadi
konkret. Anak sudah mampu berpikir rasional dan melakukan aktivitas logis
tertentu walaupun masih terbatas pada objek konkret dan dalam situasi konkret.
Anak telah mampu memperlihatkan keterampilan konversi, klasifikasi,
penjumlahan, pengurangan, dan beberapa kemampuan lain yang sangat dibutuhkan
anak dalam mempelajari pengetahuan dasar di sekolah. Cara berpikirnya sudah
kurang egosentris yang ditandai dengan desentrasi yang besar yaitu sudah mampu
memerhatikan lebih dari satu dimensi dan menghubungkan satu dengan yang
lainnya. Menjelang berakhirnya masa ini, kemampuan kognitifnya semakin
meningkat. Misalnya, mereka sudah mampu mengenal waktu, tanggal, bulan dan tahun.
Selain itu mereka juga mampu menghubungkan waktu lampau dan sekarang, mengenal
ukuran dan besaran sesuatu, dan makin memahami hitungan.
Pada tahap ini
anak-anak juga memiliki kemampuan lain, diantaranya :
·
Konservasi
yaitu kemampuan untuk memahami bahwa suatu objek tetap memiliki substansi yang
sama walaupun mengalami perubahan dalam penampilan. Ada beberapa macam
konservasi, diantaranya yaitu konservasi jumlah, panjang, berat, dan volume.
·
Klasifikasi
yaitu kemampuan untuk mengelompokkan objek dan memahami hubungan antar objek
tersebut.
·
Seriation
yaitu kemampuan untuk mengurutkan sesuai dimensi kuantitatifnya. Contohnya
seperti sesuai panjang, besar, ataupun beratnya.
·
Transitivity
yaitu kemampuan memikirkan relasi gabungan secara logis. Jika ada relasi antara
objek pertama dan kedua, juga ada relasi antara objek kedua dan ketiga, maka
ada relasi antara objek pertama dan ketiga.
4.
Tahap
operasional formal (11 tahun ke atas)
Pada
tahap ini karakteristiknya adalah sebagai berikut :
§ Hipotesis deduktif
§ Akomodatif dan fleksibel
§ Berpikir proposisional
§ Berpikir kombinatoris
Piaget mengemukakan bahwa tahap-tahap ini saling
berkaitan dan urutan tahap tidak bisa ditukar atau dibalik, tetapi tahun
terbentuknya tahap tersebut dapat berubah-ubah, menurut situasi atau kondisi
masing-masing individu.
Menurut Piaget, seorang anak membentuk
pengetahuannya sendiri. Proses asimilasi dan akomodisi yang terjadi pada anak
dalam menghadapi lingkungannya menunjukkan bahwa anak aktif membentuk
pengetahuannya sudah sejak lahir. Proses-proses penting yang digunakan anak
untuk membangun pengetahuan mereka tentang dunia meliputi skema, asimilasi,
akomodasi, organisasi, keseimbangan, dan penyeimbangan.
Ø Teori Lev Vygotsky
Vygotsky juga menekankan bahwa anak-anak secara
aktif menyusun pengetahuan mereka sendiri. Tetapi fungsi mental memiliki
koneksi sosial. Anak-anak mengembangkan konsep yang lebih sistematis, logis,
dan rasional sebagai akibat percakapan dengan orang lain yang ahli. Jadi, orang
lain dan bahasa memegang peran penting dalam perkembangan kognitif anak.
Vygotsky mengenalkan dua konsep diantaranya :
1.
Zona
perkembangan proksimal (ZPD)
Menegaskan keyakinan tentang pentingnya
pengaruh sosial pada perkembangan kognitif dan peran pengajaran dalam
perkembangan anak.[1]
Zona perkembangan proksimal ialah istilah untuk tugas-tugas yang terlalu sulit
untuk dikuasai sendiri oleh anak-anak, tetapi yang dapat dikuasai dengan
bimbingan dan bantuan dari orang-orang dewasa atau anak-anak yang lebih
terampil. Batas bawah ZPD ialah tingkat pemecahan masalah yang dicapai oleh
seorang anak yang bekerja secara mandiri, sedangkan batas atasnya adalah level
tanggungjawab tambahan yang dapat diterima oleh anak dengan bantuan seorang
instruktur yang mampu. Dialog merupakan alat yang penting dalam ZPD. Contoh
penerapannya adalah pembelajaran cara berjalan pada anak-anak, pembelajaran
matematika, dan membaca.
2.
Scaffolding
Istilah untuk mendeskripsikan perubahan
dukungan selama sesi pembelajaran, dimana orang yang lebih terampil mengubah
bimbingan sesuai tingkat kemampuan anak. Ketika murid belajar tugas yang baru,
orang yang lebih ahli menggunakan intruksi langsung. Setelah kompetensi murid
meningkat, pendampingan mulai dikurangi.
Ø Implikasi Bagi Pendidikan Anak Usia MI
Di masyarakat barat, sekolah memberikan konteks
penting bagi perkembangan kognitif anak. Teori-teori Piaget dan Vygotsky telah
memengaruhi metode-metode mengajar progresif termasuk :
1.
Pendekatan
yang berpusat pada anak
2.
Belajar
aktif
3.
Kesiapan
belajar
4.
Belajar
kooperatif dan kolaboratif
D. FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN KOGNITIF
Banyak
faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kognitif, namun sedikitnya faktor
yang mempengaruhi perkembangan kognitif dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.
Faktor
hereditas / Keturunan
Teori
hereditas atau nativisme yang dipelopori oleh seorang ahli filsafat
Scholpenhauer, berpendapat bahwa manusia lahir sudah membawa potensi – potensi
tertentu yang tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Dikatakan pula bahwa,
taraf inteligensi sudah ditentukan sejak anak dilahirkan. Para ahli psikologi
Lehrin, Lindzey, dan Spuhier berpendapat bahwa taraf inteligensi 75-80% merupakan
warisan atau faktor keturunan. [2] Setiap individu memulai kehidupannya
sebagai organisme yang bersel tunggal yang bentuknya sangat kecil, garis tengahnya
kurang lebih 1/200 inci (1/80 cm ). Sel ini merupakan perpaduan antara sel
telur (ovum) yang berasal dari ibu dengan sperma (spermatozoid) yang berasal dari ayah.
Didalam rahim, sel benih ini (yang telah dibuahi ) terus bertambah besar dengan
jalan pembelahan sel menjadi organisme yang bersel dua, empat, delapan, dan
seterusnya sehingga setelah kurang lebih sembilan bulan menjadi organisme yang
sempurna. [3]
2.
Faktor
lingkungan
Teori
lingkungan atau empirisme dipelopori oleh John Locke. Locke berpendapat
bahwa, manusia dilahirkan dalam keadaan suci seperti kertas putih yang masih
bersih dan belum ada tulisan atatu noda sedikitpun. Teori ini dikenal luas
dengan teori Tabula Rasa.
Menurut John Locke, perkembangan manusia sangat lah ditentukan oleh
lingkungannya. Berdasarkan pendapat Locke, taraf inteligensi sangatlah
ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan
hidupnya . [4]
Menurut
Bronfrenbrenner & Ann Crouter mengemukakan bahwa lingkungan perkembangan
merupakan “berbagai peristiwa, situasi atau kondisi diluar organismeyang diduga
mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perkembangan individu”. Lingkungan ini
terdiri atas (a) fisik yaitu mrliputi segala sesuatu molekul yang ada disekitar
janin sebelum lahir sampai kepada rancangan arsitektur suatu rumah, dan (b)
sosial yaitu meliputi seluruh manusia yang secara potensial mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh perkembangan individu. Konsep lama tentang lingkungan
perkembangan, memahaminya sebagai seperangkat kekuatan yang membentuk
seperangkat kekuatan yang membentuk manusia, karena manusia dipandang seperti
seonggok tanah liat yang dapat dicetak atau dibentuk, Sekarang dipahami bahwa
manusia disamping itu dipengaruhi, juga mempengaruhi lingkungan fisik dan
sosialnya. Dengan kata lain, dapat dikemukakan bahwa hubungan antara manusia
dengan lingkungan itu bersifat saling mempengaruhi.
Dapat disimpulkan bahwasannya lingkungan perkembangan
siswa adalah “Keseluruhan fenomena (peristiwa, situasi, atau kondisi) fisik
atau sosial yang mempengaruhi atau dipengaruhi perkembangan siswa”.[5]
3.
Faktor
kematangan
Tiap organ (fisik maupun
psikis) dapat dikatakan matang jika telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
Kematangan berhubungan erat dengan usai kronologis (usia kalender).
4.
Faktor
pembentukan
Pembentukan
ialah segala keadaan diluar diri sesorang yang memengaruhi perkembangan
inteligensi. Pembentukan dapat dibedakan menjadi pembentukan sengaja (sekolah
formal) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar) . Sehingga
manusia berbuat inteligen karena untuk mempertahankan hidup ataupun dalam
bentuk penyesuaian diri.
5.
Faktor
minat dan bakat
Minat
mengarahkan perbuatan kepada sesuatu tujuan dan merupakan dorongan utnuk
berbuat lebih giat dan lebih baik lagi. adapun bakat diartikan sebagai
kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu diekembangkan dan di dilatih
agar dapat terwujud. Bakat sesorang akan mempengaruhi tingkat kecerdasannya.
Artinya seseorang yang memiliki bakat tertentu, maka akan semakin mudah dan
cepat mempelajarinya.
6.
Faktor
kebebasan
Kebebasan
yaitu keleluasaan manusia untuk berpikir divergen (menyebar) yang berarti bahwa
manusia dapat memilih metode-metode tertentu dalam memecahkan masalah-masalah,
juga bebas dalam memilih sesuai dengan kebutuhannya. [6]
E.
MENYEBUTKAN UPAYA-UPAYA UNTUK MENGOPTIMALKAN PERKEMBANGAN
KOGNITIF PADA SISWA MI
Dengan pengetahuan pengembangan kognitif akan lebih mudah
untuk orang dewasa lainnya dalam menstimulasi kemampuan kognitif anak, sehingga
akan tercapai optimalisasi potensial pada masing-masing anak Dengan pengetahuan
pengembangan kognitif akan lebih mudah untuk orang dewasa lainnya dalam menstimulasi
kemampuan kognitif anak, sehingga akan tercapai optimalisasi potensial pada
masing-masing anak.
Ø Adapun tujuan pengembangan kognitif
diarahkan pada pengembangan kemampuan auditory, visual, taktik, kinestetik,
aritmetika, geometri, dan sains permulaan. Berikut
uraian masing-masing dari pengembangan teori tersebut .
1.
Pengembangan
Auditory
Kemampuan ini
berhubungan dengan bunyi atau indra pendengaran anak. Dengan pengembangan
auditory ini anak dilatih dapat mendengarkan atau menirukan bunyi yang didengar
sehari-hari, mendengarkan nyanyian atau syair dengan baik, mengikuti perintah
lisan sederhana, mendengarkan cerita dengan baik, mengungkapkan kembali cerita
sederhana, menebak lagu atau apresiasi musik, mengikuti ritmis dengan bertepuk,
menyebutkan nama-nama hari dan bulan, mengetahui asal suara, mengetahui nama
benda yang dibunyikan.
2.
Pengembangan Visual
Kemampuan ini berhubungan
dengan penglihatan, pengamatan perhatian,
tanggapan dan persepsi anak terhadap lingkungan sekitarnya. Adapun kemampuan
yang akan dikembangkan yaitu mengenali benda-benda sehari-hari, membandingkan
benda-benda dari yang sederhana menuju ke yang lebih kompleks, mengetahui benda
ukuran bentuk atau dari warnanya, mengetahui adanya benda yang hilang apabila
ditunjuk kan sebuah yang belum sempurna atau janggal, menjawab pertanyaan
tentang sebuah gambar dari seri lainnya, menyusun potongan teka-teki mulai dari
yang sederhana sampai ke yang lebih rumit, mengenali namanya sendiri bila
tertulis, mengenali huruf dan angka.
3.
Pengembangan
taktik
Kemampuan ini
berhubungan dengan pengembangan tekstur (indra perba). Adapun kemampuan yang
akan dikembangkan yaitu mengembangkan akan indra sentuhan, mengembangkan kesadaran
akan berbagai tekstur, mengembangkan kosakata untuk-menggambarkan berbagai tekstur
seperti tebal-tipis halus-kasar panas-dingin dan tekstrur kontras lainnya,
mengambangkan kosa kata untuk menggambarkan berbagai tekstur, bermain bak
dipasir, bermain air, bermain dengan plastisin, menebak dengan meraba tubuh
teman, meraba dengan kertas amplas, meremas kertas koran, meraup biji-bijian.
4.
Pengembangan
kinestik
Kemampuan yang
berhubungan dengan kelancaran gerak tangan /keterampilan tangan atau motorik
halus yang memengaruhi perkembangan kognitif. Kemampuan yang berhubungan dengan
keterampilan tangan dapat dikembangkan dengan permainan-permainan yaitu finger
painting dengan tapung kanji, menjiplak huruf-huruf geometri, melukis dengan
cat air, menjahit dengan sederhana, dan lain-lain.
5.
Pengembangan
aritmatika
Kemampuan yang
diarahkan untuk penguasaan berhitung atau konsep berhitung permulaan. Adapun
kemampuan yang akan dikembangkan yaitu mengenali atau membimbing angka,
menyebut urutan bilangan, menghitung benda, mengenali himpunan dengan nilai
bilangan berbeda, menghubungkan konsep waktu misalnya hari ini, dan lain-lain.
6.
Pengembangan
geometri
Kemampuan ini
berhubungan dengan pengembangan konsep bentuk dan ukuran. Adapun kemampuan yang
akan dikembangkan yaitu, memilih benda menurut warna bentuk dan ukuran,
mencocokkan benda menurut warna bentuk dan ukurannya, membandingkan benda
menurut ukurannya besar kecil panjang lebar tinggi dan rendah, mengukur benda
secara sederhana, dan lain-lain.
7.
Pengembangan
sains permulaan
Kemampuan ini
berhubungan dengan berbagai percobaan atau demonstrasi sebagai suatu pendekatan
secara saintifik atau logis, tetapi tetap dengan mempertimbangkan tahapan
berpikir anak. Adapun kemampuan yang dikembangkan yaitu mengeksplorasi
berbagai benda yang ada disekitar, mengadakan berbagai percobaan sederhana,
mengkomunikasikan apa yang telah diamati dan diteliti. Contoh
kegiatan yang dapat dikembangkan melalui permainan, sebagai berikut: proses
merebus atau membakar jagung, membuat jus, warna dicampur, dan lain-lain.[7]
Ø
Makna perkembangan kognitif bagi kehidupan anak
Individu berpikir menggunakan pikirannya. Kemampuan ini yang
menentukan cepat tidaknya atau terselesaikan tidaknya suatu masalah yang sedang
dihadapi. Melalui kemampuan intelegensi yang dimiliki oleh seorang anak, maka
dapat dikatakan seorang anak itu pandai atau bodoh, pandai sekali (genius),
atau bodoh sekali (dungu atau idiot). William Stern menggunakan batasan sebagai
berikut, bahwa intelegensi adalah kesungguhan untuk menyesuaikan diri kepada
kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat berpikir yang sesuai dengan
tujuannya. Intelegensi memang memainkan peran penting dalam kehidupan seseorang,
tetapi intelegensi bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan sukses tidaknya
kehidupan sesorang. Memang kecerdasan atau intelegensi seseorang memainkan
peranan penting dalam kehidupannya, akan tetapiu kehidupan manusia sangtlah
kompleks dan intelegensi bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan
kesuksesan hidup.
F. IMPLIKASI
PERKEMBANGAN KOGNITIF BAGI ANAK USIA MI
Dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan
pendidikan melalui madrasah, implikasi teori perkembangan kognitif menurut
Piaget dapat dikatakan sangatlah kuat dan berpengaruh. Pencapaian tujuan
pendidikan sangat erat hubungannya dengan pencapaian tujuan pembelajaran pada masing-masing jenjang madrasah.
Sedangkan, tujuan pencapaian pembelajaran sangat ditentukan oleh kesesuaian
metode pembelajaran sesuai tingkat pertumbuhan peserta didik. Tujuan
pembelajaran biasanya diarahkan pada peningkatan kognitif peserta didik. Dalam
hal ini, tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget menjadi rujukan untuk
menentukan metode pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa
madrasah.
Pada pembelajaran
tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI), anak-anak yang belajar pada tingkat ini
rata-rata berusia 6 sampai 12 tahun. Jika merujuk pada teori tahap perkembangan
kognitif menurut Piaget, maka anak-anak pada usia ini berada dalam tahap
operasi konkrit. Tahap operasional konkret (7.0-11.0 tahun) yaitu dapat
mengembangkan pikiran logis, anak itu dapat mengikuti penalaran logis walaupun
terkadang anak-anak itu memecahkan masalah secara “trial and error”.[8]
Tingkat ini merupakan awal permulaan berpikir rasional, artinya anak memiliki
operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya pada masalah-masalah yang
bersifat konkret. Anak dalam tahap operasional konkret, bila menghadapi suatu
pertentangan antara pikiran dan persepsi akan memilih pengambilan keputusan
secara logis,dan bukan keputusan perseptual seperti anak praoperasional. Dengan
tahapan kognitif pada usia itu, maka pendekatan pembelajaran yang sesuai adalah
dengan menggunakan media pembelajaran, dan pembelajaran lebih diarahkan pada
kegiatan berdialog, belajar kelompok dan tanya jawab. Belajar kelompok dalam
pelaksanaannya dapat dalam bentuk kerja kelompok, diskusi kelompok atau diskusi
kelas. Kegiatan tanya jawabnya pun dapat dilakukan antara guru dan siswa,
antara siswa dengan siswa, dan antara kelompok siswa dengan kelompok siswa
lainnya. Guru bertindak sebagai pengatur lalu lintas, dan dianggap perlu
melakukan koreksi dan perbaikan terhadap pertanyaan dan jawaban-jawaban
tersebut.[9]
Pendekatan
pembelajaran maupun metode pembelajaran akan sangat mempengaruhi tujuan
pembelajaran. Yang menjadi kunci dalam rangka menentukan tujuan pembelajaran
adalah kebutuhan siswa, mata pelajaran, dan guru itu sendiri. Guru sendiri
merupakan sumber utama tujuan para siswa, dan dia harus mampu menulis dan
memilih tujuan-tujuan pendidikan yang bermakna dan dapat terukur sesuai tingkat
perkembangan siswa.[10] Tujuan
pembelajaran pada umumnya diarahkan pada peningkatan kognitif siswa, baik itu
afektif, psikomotorik. Teori tahapan perkembangan kognitif Piaget akan
ditentukan implikasinya yang kuat ketika menentukan pendekatan pembelajaran di
kelas. Apabila pendekatan dan metode tersebut sesuai dengan tahapan
perkembangan kognitif peserta didik, maka hal ini akan memudahkan para peserta
didik dalam mengembangkan kemampuan kognitifnya. Jadi intinya, Implikasi itu
terkait dengan pencapaian tujuan pendidikan. Implikasi pada anak usia MI
adalah, jika metode atau pendekatan pembelajaran itu sesuai dengan tingkat
pendidikan di MI, maka tujuan utama pembelajaran akan tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
LN, Syamsu Yusuf. 2005. Psikologi
Perkembangan Anak & Remaja. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Soetjiningsih, Christiana Hari. 2012. Seri
Psikologi Perkembangan :Perkembangan
Anak Sejak Pembuahan Sampai Dengan Kanak-Kanak
Akhir.
Jakarta: Prenada.
Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan
Anak Usia Dini : Pengantar Dalam
Berbagai Aspeknya.
Jakarta: Kencana.
Upton,
Penney. 2012. Psikologi Perkembangan. Jakart: Erlangga.
Susanto
Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana
Prenada
Media Group.
Sagala, Syaiful. 2010. Konsep
dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Hamalik, Oemar. 2010. Kurikulum
dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
[2]
Susanto Ahmad , Perkembangan Anak Usia Dini , Kencana Prenada Media
Group , Jakarta , 2011 , hlm 59
[3]
Yusuf Syamsu , Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja , PT. Remaja
Rosdakarya , Bandung , 2005 , hlm 32
[4]
Susanto Ahmad , Perkembangan Anak Usia Dini , Kencana Prenada Media
Group , Jakarta , 2011 , hlm 60
[5]
Yusuf Syamsu , Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja , PT. Remaja
Rosdakarya , Bandung , 2005 , hlm 35
[6]
Susanto Ahmad , Perkembangan Anak Usia Dini , Kencana Prenada Media
Group , Jakarta , 2011 , hlm 59-60
[7]
Susanto Ahmad , Perkembangan Anak Usia Dini , Kencana Prenada Media
Group , Jakarta , 2011 , hlm 60-64
[8]
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna
Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2010), 27.
[9]
Oemar Hamalik, Kurikulum dan pembelajaran,
(Jakarta: Bumi Aksara,2010), 147.
[10]
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), 76.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar